Sabtu, 11 Februari 2023

Pendidikan Untuk Merubah Dunia

Ditulis oleh : Shelma Atira Dewi

Note: Cerita ini diikutkan dalam lomba cerita pendek tingkat nasional dan memenangkan juara 1 pada EDUFEST Departemen PENDIKMA BEMP Pendidikan IPS UNJ. Penulis mengupload di sini sebagai arsip pribadi.

Untuk beberapa orang, pendidikan bukanlah tujuan utama untuk mereka tuju. Pendidikan justru bisa menjadi penghalang. Seperti remaja yang tidak punya biaya bersekolah, remaja yang dilarang orang tuanya untuk melanjutkan pendidikan karena diwajibkan bekerja menjadi tulang punggung keluarga, hingga orang dewasa yang ketinggalan pendidikan dan berhenti mengejarnya karena sudah punya tanggungan lain.

"Ren, udah ke mana aja kamu selama empat tahun ini?" Tanya Olga, teman Shiren.

"Kuliah kok, sama kayak kalian," jawab Shiren singkat. Perempuan itu bereuni dengan teman se-gengnya sewaktu SMA. Dulunya merupakan geng yang kata orang-orang berisikan anak jenius. Ada Olga, Tara, Nuel, Dimas, dan Shiren sendiri. 

"Maksud kamu jalan-jalan kali Ren," timpal Tara sambil tergelak. Laki-laki itu menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak habis pikir dengan Shiren yang merupakan emas dari SMAN 3 Cakrawala empat tahun silam, tidak melanjutkan studinya dan justru selalu update view baru setiap gadis itu menjadi traveler.

"Shiren sempat kuliah tahu, di luar negeri tapi katanya di-drop out. Karena punya tujuan lain-kah ren?" Nuel menanyakan informasi lain, dan itu mendapat reaksi penasaran dari teman lainnya.

"Kalian nih sok tahu." Akhirnya setelah Olga, Tara, Nuel berkomentar, Dimas berceletuk di terakhir-an. "Kalau kalian tahu Shiren se-ambisius apa soal pendidikan, harusnya kalian lebih mempertanyakan progres pendidikan seperti apa yang dia lakukan lewat jadi traveler itu."

Mendengar pertanyaan sahabatnya satu persatu, Shiren tersenyum sebentar. Empat tahun ini bukan waktu singkat, dan Shiren rasa perlu meluruskan persepsi mereka.

"Aku tetap ambisius soal pendidikan, teman-teman. Yang justru selama ini aku lakukan adalah menjadikan pendidikan sebagai investasi masa depan."

***

Empat tahun berlalu adalah penentuan hidup paling besar. Di mana Shiren, gadis yang dicanangkan menjadi sosok langit inspirasi untuk banyak pelajar, dihadapkan dengan kesempatan untuk dia satu-satunya perwakilan SMAN 3 Cakrawala ditawarkan untuk kuliah di salah satu universitas unggul di Amerika.

Shiren mengambilnya, karena dia tahu kesempatan itu ialah pintu ajaib untuknya menjadi nama baik sekolah maupun negerinya sendiri.

Namun, ada satu kejadian yang membuat Shiren hanya berada di universitas itu selama dua setengah tahun saja, dan kembali ke Indonesia.

"Shiren, I wanna go out from this college!"  seru Karen, sahabat seperkuliahan Shiren di Amerika ketika mereka berdua sedang makan siang bersama.

"Because it's too hard for you to understand the material?" Shiren menebak singkat. 

"No, Shiren." Karen membuat Shiren menunggu keheranan. "Because there are a lot of things out there that we need to try. It's not just about education. I imagined the future."

Saat itu Shiren tidak mengerti. "Future?"

Masa depan seperti apa yang dimaksud Karen? Bukankah setiap orang melanjutkan studi untuk nanti di masa depan bekerja? Mendapatkan kehidupan layak, meraih prestasi atau menjadi nama baik?

"Future, Shiren." Perkataan Karen waktu itu tidak Shiren sadari akan mengubah hidup Shiren juga ke depannya. "The belief that we can change the world now. A future beyond expectations that can only be created from our own hands."

Setelah mengatakan itu, betul saja besoknya Karen mengundurkan diri baik-baik dari universitas yang terkenal ketat jalur masuknya di Amerika itu. Namun hanya cukup satu bulan, Shiren mengerti maksud bulan lalu Karen mengatakan itu padanya. Melalui pendengaran kabar bahwa Karen menjadi calon anggota perakitan robot raksasa dunia khusus Amerika—melalui fokus gadis itu pada perakitan teknologi, Shiren tahu Karen sedang menuju masa depan, tanpa terikat oleh pendidikan yang mencegahnya segera beranjak merealisasikan ide dan kemampuannya.

Shiren tidak ingin ikut-ikutan. Hanya saja, berkat itu, Shiren jadi memiliki visi 'masa depan'-nya sendiri. Masa depan seperti apa yang ingin kamu rakit terlepas mampu atau tidak, dan tidak semua orang bisa mewujudkannya? Shiren tahu ingin apa. Baru dua setengah tahun dia di universitas Amerika, dia segera kembali ke Indonesia.

Shiren memulainya dengan mengikuti kerelawanan calon pengajar. Basic Shiren selama di Amerika ialah sama seperti Karen, pada jurusan teknologi juga. Shiren diterima menjadi calon pengajar, dan istimewanya, perjalanan pertamanya ialah menjadi pelopor pengajar pertama di salah satu daerah kecil Indonesia.

"Seperti inilah daerah ini. Cukup indah areanya, hanya saja minim wisatawan karena akses susah. Untuk pendidikan pun demikian alhasilnya. Jarang ada orang luar berkenan ke sini. Sekiranya Shiren hanya perlu mengajar semampunya. Di sini kita hanya belajar bahasa dasar dan menghitung," ungkap Pak Roman, Ketua Adat yang sudah cukup tua namun tegas wibawanya. 

Shiren tersenyum mendengarnya. Terdengar prihatin, tetapi juga membuatnya bersemangat. 

"Pak Roman, saya minta tolong kumpulkan warga remaja hingga usia produktif yang sekiranya ingin belajar. Sekaligus minta izin untuk memperkenalkan pula menghubungkan daerah ini dengan pembaharuan digital dalam negeri," izin Shiren tepat pada intinya. Waktunya tidak banyak, dia hanya satu bulan berada di sana. 

"Boleh Shiren, asalkan tidak merubah budaya dan adat maupun peraturan di sini. Sudah lama kita sadari kita berada di zaman dinamis. Maka kami persilakan  kamu untuk membantu," balas Pak Roman percaya.

Maka, dimulailah perjalanan Shiren. Shiren ke daerah tersebut juga bukan dengan tangan kosong. Dia bawa semua alat maupun tabung internet yang dia dapatkan sendiri, untuk bisa mengakses dunia tanpa harus ada sambungan sinyal. Shiren hanya seorang diri, namun dia mengajarkan serentak di layar lebar kepada warga yang telah dikumpulkan oleh Pak Roman sekitar dua puluh lima orang. Shiren bagi mereka ke pada empat divisi pendidikan bermacam. Pendidikan budaya-bahasa, teknologi, kesehatan, dan satu divisi khusus. 

Hari pertama Shiren tampilkan perkembangan pendidikan seperti apa yang dia ingin bangun di daerah itu. Baru per-hari dalam empat hari, Shiren mengajarkan pada setiap divisi bergantian. Memang Shiren lebih menggeluti teknologi. Meskipun demikian, selama SMA menjadi emas di SMAN 3 Cakrawala, ilmunya tentang berbagai bidang pun sangatlah tinggi, dan dengan kecakapan teknologinya-lah, Shiren mempermudah pembelajarannya. 

"Saya berterima kasih kalian berkenan mengikuti saya. Dalam berbudaya, sudah saya susunkan aransemen lagu yang juga bermacam untuk mendukung tarian kalian. Sudah saya pilih juga kreativitas batik yang perlu kalian perkaya elemen desain dan kainnya. Melalui tablet pinjaman saya, kalian juga telah rangkap ilmu-ilmu bahasa lain dari berbagai negara. 

"Dalam teknologi, sudah saya titipkan fasilitas perangkat lunak serta cara penggunaan ringkasnya. Semua panduan sudah saya susun sebelum saya ke sini. Ilmu teknologi di sini tidak berhenti untuk pembaharuan, tetapi juga untuk kalian merangkai duplikat-duplikat perangkat dari kabel dan untuk menciptakannya sendiri. Tersedia video tutorial pula untuk kalian. Di pendidikan teknologi, sudah saya bagikan bekal jurnalistik untuk memperkenalkan serta mengimpor-ekspor informasi terkini."

Shiren memaparkan evaluasi serta ringkasan informasi itu di forum setelah empat hari pengenalan sekaligus implementasi berlangsung. 

"Kemudian untuk pendidikan kesehatan, karena dokter di sini masih menerapkan pengobatan tradisional, saya sudah memberikan kalian pedoman serta alat kesehatan standar kecil (seperti untuk perawatan luka, pengadaan obat minimun mencakup penyakit umum, serta pengaksesan telemedicine). Kalian juga perlu bekerjasama dengan dokter luar untuk membentuk dokter spesialis daerah kalian sendiri.

"Untuk divisi khususnya, kalian adalah kunci. Divisi inilah pusat pendidikan pembangunan sekolah ke depannya. Sudah saya beri gambaran ilmu dan pelajaran apa saja yang perlu diajarkan, kurikulum serta ketentuan edukasi. Termasuk pengajaran logika berhitung maupun penalaran. Mengapa saya sebut divisi khusus, karena kalian harus belajar juga soal pendidikan etika. Karena seberapapun tinggi ilmu seseorang, bukti berpendidikannya sesungguhnya ada pada caranya bersikap."

Siang itu Shiren menetapkan sekaligus memberikan gambaran lebih. Itu setelah empat hari. Shiren juga memilih koordinator untuk mengatur pada setiap dari empat divisi pendidikannya tersebut. Koordinator inilah penanggung jawab masing-masing divisi supaya hasilnya efektif. Kemudian, hari-hari berikutnya, ialah perjalanan dan pengembangan yang luar biasa. Shiren tidak selalu diterima, namun dengan maksud baiknya, dia selalu mencoba meluruskan. Dia arahkan pelan-pelan. Tidak lupa, Shiren menikmati setiap momennya, mengabadikan melalui kamera. Namun, hanya pemandangan serta potret asli daerah tempatnya berada yang diunggah di media sosialnya. Dia tidak mengunggah progres serta pencapaiannya. Dia mendambakan kemajuan pendidikan ini tidak lagi untuk nama, tetapi secara sukarela dan fokus tujuan. 

Setiap perkembangan terjadi. Dalam satu bulan, daerah yang bukan apa-apa akhirnya memiliki pondasinya sendiri. Shiren percaya, kumpulan warga pilihan itu ke depannya akan menggenggam masa depannya sendiri. Mengikuti perkembangan sebagai bagian daerah Indonesia, bukan yang tersisihkan. 

"Terima kasih, Shiren, ini di luar ekspektasi kami. Satu bulan ini kamu seperti burung elang yang menangguhkan dan menguatkan daerah kami melalui perkembangannya. Karena dari bantuan kecil saja, transformasi tetap akan tercipta, dari kamu kita percaya. Sampai jumpa," salam Pak Roman, ketika Shiren berpamitan sembari membawa oleh-oleh, bekas pelukan, serta hadiah terbesar: kenangan sekaligus sejarah permulaan mimpinya.

Setelah pulang dari daerah itu, Shiren lanjut menuju daerah-daerah membutuhkan berikutnya. Setiap perjalanan yang sama, setiap proses yang jauh lebih variasi tanjakannya, memberitahunya bahwa pendidikan ialah pondasi yang tidak selalu dapat dikokohkan begitu saja, namun menyesuaikan tempat dan adaptasi tersendirinya. Kendati demikian, sekalinya pilar pendidikan itu dapat tertancap tegak, masa depan ialah aplikasi handphone yang tinggal dijalankan. Kita hanya perlu belajar akan ilmu-ilmu baru. Shiren semakin kuat akan tujuannya. Masa depan awal seperti apa yang akan dia ciptakan?

Ialah masa depan di mana ia dapat menciptakan pembangunan pendidikan sebagai aset untuk peningkatan perubahan baik di masa depan, bukan hanya dari dia. Namun dari tangannya menggenggam tangan berbagai orang untuk diajarkan dan saling membantu, dunia perubahan akan stabil bergerak. Itulah investasi Shiren selama akhir-akhir tahun ini. Seperti daerah pertama dalam sejarahnya, Shiren tahu sekarang daerah itu sudah mampu mencakar langit. Menjadi daerah kota yang tetap berbudaya dan berciri-khas. 

"Thank you, Karen, for some of your genius tech tools that you gave me to support me in realizing my dream at first," ucap Shiren melalui telepon kepada Karen setelah sekian lama mereka tidak berkabar.

"I'm happy for you! Now you're famous, huh? Eagle with wings. But they didn't knew who's behind it, you didn't showed yourself?" balas Karen di seberang sana. 

Shiren hanya tertawa renyah mendengarkan balasan Karen. Ya, Shiren memang sengaja tidak men-transparansikan identitasnya. Bahkan, dia hanya mengunggah foto atau tempatnya mengunjungi berbagai daerah setiap dia berlanjut berpindah tempat, lebih ke terlihat mensoroti wisatanya, alamnya, sehingga orang hanya mengira dia sedang jalan-jalan dan menjadi traveler. 

"Enough for them to know that I am an eagle," jawab Shiren singkat dan Shiren rasa cukup untuk Karen memikirkan asumsi lainnya sendiri.

Karena sejujurnya, Shiren juga terinspirasi oleh Karen yang menjadi bagian tim teknologi di Amerika, yang bukan atas namanya, tetapi atas nama timnya. Begitupun Shiren, atas nama elang. Hanya terdapat atas nama tersendiri, bukankah itu sama? Serupanya, tujuan Karen ialah perubahan di masa depannya, apa kontribusinya, dan tidak terlalu penting siapa dia. Sama halnya tujuan Shiren, karena selain visi akan pendidikan sebagai investasi pendidikan, visi lainnya ialah berkontribusi nyata karena dikenal sebagai anak emas waktu SMA saja tidak membuatnya merasa puas. 

"Sebab sebesar apapun nama asliku menjulang, pengabdian dan pencapaian sesungguhnya ialah nilai sebenarnya. Tujuan membangun pendidikan ya itulah tujuannya, biarlah menjadi tujuan murni yang tidak dicampur-tangankan tujuan pribadi," gumam Shiren dalam hati.

***

"Kurang lebih itu kisah di balik foto jalan-jalanku yang kalian lihat," tutup Shiren sambil tersenyum hangat, "Aku sendiri tidak di-drop-out ataupun mengundurkan diri. Sejujurnya tahun aku di Amerika hanya dua setengah tahun karena aku mengikuti program akselerasi pendidikan. Aku telah menyelesaikannya."

Semuanya kini jelas. Semua cerita dan kisah yang sesungguhnya sudah terungkap.

Olga, Tara, Nuel, dan Dimas sedari tadi menyimak Shiren dengan baik, mereka memberikan senyum sumringah dan merasa tergugah dengan ulasan cerita Shiren.

"Dan ayolah, teman-teman. Ini reuni yang berarti, kan? Aku tahu kita sedang akan membuat jurnal sejarah elang dan sayapnya. Tapi jangan seolah-olah kalian lupa bahwa kalian adalah sayap-sayapku, kan?" Shiren mendengus, tetapi diiringi tawa kecil. "Namun kalian memberi pemancingan bagus jadi aku bisa menceritakan cerita di jurnal ini secara natural apa adanya. Dan tentunya, dari awal sejarah itu ada, masa depanku kumulai tidaklah sendirian, karena kalian ialah koordinator pendidikan itu, yang update view baru bukan hanya aku."

"Ya, aku sebagai koordinator pendidikan budaya-bahasa," ucap Olga mengawali sambil menyengir.

"Aku sebagai koordinator teknologi," seling Tara.

"Aku koordinator kesehatan," susul Nuel.

"Aku koordinator khusus, dan kamu ketuanya Shiren," tambah Dimas terakhir sambil menatap penuh arti ke Shiren dan teman-temannya. "Selain itu, tentu saja Shiren, jangan tersinggung. Kita tidak lupa, kok kalau kamu menyelesaikan kuliahmu di Amerika. Karena bukankah kita berlima sudah saling janjian waktu lulus SMA untuk melanjutkan pendidikan pada bidang tertentu itu?"

Olga mengangguk semangat. "Kita juga tidak lupa, jangan terlewat disampaikan di jurnal cerita sejarah, bahwa kita sudah mencanangkan tim ini semenjak lulus SMA, bukan? Geng anak jenius SMAN 3 Cakrawala empat tahun silam, tim emas yang digadang-gadang, elang dan sayap-sayapnya yang perkasa. Hanya saja memang waktu itu baru dasar, bertujuan membangun Indonesia dari kolaborasi kita. Berkat Shiren yang terinspirasi dari Karen juga, akhirnya kita sama-sama menyegerakan kuliah dua setengah tahun dan tim ini dapat memiliki arah seperti sekarang."

Tara mengacungkan jempol. "Iya betul, tahun-tahun terakhir kita sudah dapat merealisasikan tujuan kita. Tentunya dengan bantuan perangkat dari Karen, teman Shiren di waktu awal. Aku merasa senang!"

Nuel menyenggol lengan tara singkat, sambil menatap setengah serius namun hangat. "Tapi jangan senang dulu, kita di sini juga sekaligus reuni untuk merencanakan bagaimana program berikutnya untuk pendidikan sebagai investasi masa depan, kan?"

"Benar, mari kita kembalikan keputusan dan rencananya kepada ketua," ujar Dimas sembari menatap wajahnya ke arah Shiren. "Sekiranya elang dan sayapnya akan merubah dunia dengan cara apalagi?"

Shiren menarik ujung bibirnya, merasa tertarik dan kembali tertantang.

"Mari kita diskusi terlebih dahulu, kemudian kita lihat seberapa jauh kita bisa membangun pendidikan untuk investasi masa depan." Shiren menyatukan kedua tangan di atas meja tempat dia dan teman-temannya melingkar mengobrol. "Mari kita mulai kembali perjalanan berikutnya!"

Bagi beberapa orang, pendidikan bukanlah tujuan utama. Namun untuk Shiren dan tim elang bersayapnya, alasannya bukan karena mereka tidak punya biaya atau punya tanggungan lain. Melainkan karena mereka berpikir bahwa pendidikan hanyalah penghalang yang mereka segerakan untuk selesai sebagai bekal. Sebab tujuan utamanya justru ialah meraih 'pendidikan' di luar 'pendidikan'. Menggunakan pendidikan sebagai investasi masa depan, dan dari situlah justru mereka yang paling diuntungkan dibandingkan daerah terbantu. Kenapa? Karena setiap Shiren beserta koordinator empat divisinya itu berpindah-pindah daerah, mereka sadar merekalah yang berkesempatan lebih banyak belajar. 

Mereka berkesempatan untuk menginvestasikan pendidikan, di mana itu merupakan investasi mahal yang harga masa depannya tidak sebanding apapun, yang mengubah sekaligus menjadikan dunia berada di dalam genggaman tangan kita sendiri.

"Sebelum daripada itu, aku juga hendak menginformasikan. Bahwa ke depannya program kita akan didukung pemerintah dan bisa bergerak mandiri, berkat rekomendasi Pak Roman, Ketua Adat yang daerahnya telah maju pesat setelah kita bantu." Shiren memamparkan tenang. "Selain itu, apabila kalian heran kenapa ideku justru menginvestasikan pendidikan bukan hal lain, ialah karena latar belakangku. Aku berasal dari daerah kecil, tetapi pada akhirnya bisa sekolah ke kota besar di SMAN 3 Cakrawala—hasil modal tekun pendidikanku. Aku jadi sadar betapa hebatnya pendidikan. Maka aku memutuskan demikian. Selain itu, Pak Roman yang merupakan Ayahku sendiri, menyediakan jalan untukku menjadikan daerah kecilnya sebagai percobaan investasi pendidikan di awal cerita—yang telah berhasil menjadi seperti sekarang. Dan aku rasa setelahnya maupun ke depannya, tujuan tulus kita akan selalu berarti."

Demi menginvestasikan pendidikan, untuk memberikan harapan pendidikan yang layak untuk khalayak demi masa depan cemerlang.

-TAMAT-


Biografi Singkat

 Shelma Atira Dewi, merupakan salah satu mahasiswa kesehatan di salah satu perguruan di Jawa Tengah. Kelahiran Pati, 28 Agustus 2003. Dia suka menulis sejak usia tiga belas tahun, dan berharap selalu dapat menuliskan cerita yang bermakna dan layak dibaca orang-orang. Salah satu karyanya, cerita pendek ini yang berjudul “Pendidikan Untuk Merubah Dunia”, ditulis dalam rangka menunjukkan bahwa untuk mengubah dunia bisa kita awali dengan pendidikan. Kembali lagi ke sosial masyarakat di mana pendidikan hanya sebatas untuk studi, bukan untuk implementasi besar dan sebagai bahan bakar mimpi perubahan masa depan. 

 Harapannya, cerita pendek ini dapat mengajak pembaca untuk menyadari bahwa pendidikan ialah anugerah yang apabila kita memilikinya, kita bisa berbagi. Apabila belum memiliki, kita harus mengejar dan terbuka untuk belajar. Serta mengetahui betul bahwa belajar tidak hanya sekadar dari ‘pendidikan’ yang didiktaktorkan beberapa orang dengan sebutan ‘sekolah’, tetapi pengalaman juga merupakan pendidikan yang sama berharga nilainya.

Temukan dan hubungi Shelma melalui:

Wattpad: @shelmaatira

Instagram: @atiradw

Email: shelmatiraa@gmail.com